KISAH INDAH (KLASIK) PERKANTORAN
Para penggemar kisah panas, untuk pertama kalinya saya memberanikan diri untuk membagikan kisah dengan genre ini di forum ini. Meskipun sudah cukup lama juga menjadi pembaca setia forum ini, akan tetapi baru sekarang mencoba menjajal kemampuan menulis dengan genre erotis dan bahkan hot. Karena itu, mohon maaf jika terdapat banyak kekurangan dalam kisah pertama yang saya sajikan ini.
Cerita ini, sudah TAMAT pada BAGIAN I, dan masih akan dilanjutkan dengan editing finalnya sebelum disajikan ke forum ini untuk dinikmati para pembaca. Sejujurnya, kisah ini sekitar 30% nyata dan sisanya adalah rekaan. Meskipun, dari beragam pengalaman bercakap, berkisah dengan sesama pekerja di bilangan segi tiga emas, atau bahkan di rana pekerjaan manapun, godaan dan kenikmatan bekerja dengan teman berbeda jenis kelamin menghadirkan sensasi, getar membahana, memicu adrenalin dan beragam kesan yang bisa saja berbeda. Akan tetapi, kisah ini saya pastikan dialami banyak dari kita yang gemar membaca genre kisah panas, sebab memang dibuat dan diciptakan untuk maksud itu.
Baiklah, mari kita menengok potret kehidupan para pekerja, para profesional muda di pusaran super sibuk perkantoran Jakarta. Jangan kaget jika ada kemiripan dengan pengalaman kalian. Anyway, let’s start the story,
KISAH INDAH (KLASIK) PROFESIONAL MUDA
Author
Reinal.Writer
Pembuka Kisah,
Di belantara perkantoran awal tahun 2000an, bekerja di daerah segi tiga emas adalah GENGSI. Dan sangat beruntung, karena akupun memiliki kesempatan untuk berkarya secara professional di daerah ini. Bahkan pada usia yang ke 32 posisi dan jabatan profesionalku sudah terhitung tinggi. Sudah menjadi Direktur Program dan Media, dan membawahi beberapa staf.
Kisah-kisah ini sesungguhnya adalah tumpukan kisah standar, diakui atau tidak, dan bahkan banyak sekali dialami dan diarungi oleh mereka yang dulu pernah, sedang dan bahkan yang kelak akan bergelut disana. Berkutat dengan tumpukan kerja, stress yang dikelolah, mengejar target dan tentu juga mengejar karir dan uang. Jangan bilang tidak jika kehidupan pribadi pastilah banyak terlibat secara amat dalam disana.
Karena kisah kasih, isak tangis, kegagalan dan kesuksesan terbentang banyak disana. Dan, jatuh cinta, pacaran, menikah, juga pastilah diiringi dengan selingan yang disebut selingkuh, juga banyak terjadi disana. Bahkan, tidak jarang ataupun malah sering, dengan kawan sekantor.
Kisah ini adalah pergulatan kehidupan personal beberapa tokoh, yang sebagian besarnya, lebih 50% dan kurang dari 75% merupakan kisah nyata dan bahkan tokoh nyata, dengan perubahan nama belaka. Dan akan diceritakan dengan berpusat pada beberapa tokoh. AKU, Jacky berusia 32 tahun, dengan nama disamarkan. Untuk lebih menarik, ditambahkan dengan kisah dari sudut pandang tokoh lain. Misal Merry, Mirna, Rachma, Ratna, Winda, dan sejumlah nama lain.
Tokoh AKU dengan nama Jacky, atau nama panggilan Jack. Memang, juga pas karena actor kesukaanku adalah Jacky Chan. Tak ada film action yang peran utama adalah Jacky Chan yang kulewatkan. Usiaku memang sekitar 32 tahun, menjelang 33 tahun, memiliki seorang istri dan 2 orang anak. Praktis seorang eksekutif muda yang cukup sukses dengan istri cantik berusia 30 tahun dan sudah berumah tangga kurang lebih 8 tahun.
Sesungguhnya, adalah Mirna yang menawarkan pekerjaan untuk bergabung di kantornya. Mirna sendiri adalah istri sahabat dekatku, berusia mungkin saja sama atau jika lebih dari usiaku paling hanya satu atau dua tahun saja. Sahabat dekat semasa study Magister di UI yang juga suaminya, yang merekomendasi namaku setelah melihat prestasi studyku dan kerja kerasku. Sebelumnya, aku memang bekerja di sebuah NGO Internasional.
Mari kita memasuki sajian pengalaman dan dinamika hidup para professional di Jakarta khususnya daerah Sudirman dengan kesibukan, dengan professionalism dan dinamika hidup personalnya. Dan kisah ini berlatar awal tahun 2000an, saat itu dan juga sekarang, perkantoran daerah jalan Jendral Sudirman memang jadi impian orang berkarya disana.
Chapter 1
POV JACKY,
Bukannya ketika bekerja di kantor yang sama dan menjadi staf media relation. Tetapi, justru setelah dia pindah tempat kerja baru (kantor), barulah affair kami ini dimulai. Dia Mery, mungkin saja tidaklah nampak amat cantik bagi banyak orang, akan tetapi bagiku sebaliknya. Wajar sebenarnya ya, karena kecantikan itu juga bisa sangat subjektif. Melibatkan persepsi dan rasa subjektif.
Tubuhnyapun tidaklah tinggi-tinggi amat, bukan type model, bertubuh tinggi dan ber high heel. Paling banyak 155 cm dengan berat paling banyak 45 atau 46 kg, dan ini kupastikan. Dan begitu juga dengan buah dadanya tidaklah besar-besar amat. Dia ini memang agak mungil. Tetapi, bagiku sudah cukup memadai dan juga cukup seksi dan memiliki seks appeal yang menantang. Ini yang paling unik sebenarnya. Sex appeal, tidak mesti dalam tubuh sempurna.
Jika dibandingkan dengan staf perempuan di bagianku, ada Mirna, Rachma dan Winda, maka secara objektif Merry kalah dari segi tinggi badan jika dibanding dengan Mirna. Atau dia kalah alim dengan Rachma yang berjilbab, tentu dia juga kalah besar buah dadanya dibandingkan dengan Winda dan Mirna.
Mereka berempat, ditambah dengan Mas Joko menjadi staf media di bawah koordinasiku. Sementara dukungan admin, ada orang lain yang seorang perempuan sudah berusia 50an dan seorang laki-laki. Kadang, Ratna juga ada dan hadir bersama kami dari administrasi umum jika pekerjaan sedang sangat padat dan lembur.
Tapi, mereka berempat ini, terkenal sangat dekat hubungannya. Baik pekerjaan maupun urusan keseharian mereka. Tapi, kutahu Merry paling akrab dan erat dengan Mirna. Sementara Winda, teman curhatnya adalah Rachma. Dasarnya, mereka berempat memiliki hubungan yang cukup baik. Hal itu kuketahui amat jelas karena membuat pekerjaanku banyak terbantu.
Mirna sendiri hanya terpisah 1 atau 3 tahun denganku, meski aku belum yakin apakah usianya diatasku atau aku diatas usianya. Yang pasti, suaminya berusia 3 tahun diatasku dan masih sahabat baikku selama study S2. Suaminya itu sama denganku, bekerja sambil kuliah. Sebagai pekerja, suaminya sangat ulet.
Haruslah dikatakan, jika Mirna sesungguhnya amatlah menarik, terutama karena body nya memang lebih matang dan berisi. Maklum, sudah pernah melahirkan. Akan tetapi, diusianya saat ini, dia terlihat sangat menarik dan seksi. Tapi karena dia istri sahabatku, kami jadi bersahabat cukup dekat. Meski di kantor tidak kami tunjukkan kedekatan itu. Hal yang menjadi kesepakatan kami.
Merry sendiri, baru belakangan kutahu merupakan sahabat paling dekat dan juga teman curhat specialnya Mirna. Di kantorku Mirna memang menjadi wakilku dan dia mengurus banyak hal yang bersifat administratif, namun dia bukan sebagai sekretaris. Karena di kantorku tidak ada jabatan sekretaris.
Nonton Juga : Bokep Viral
Yang menarik dari Merry adalah betis dan juga pahanya yang sangat indah, dan membuatnya memperoleh nilai tinggi dariku dalam urusan sex appeal. Paduan betis, paha dan buah dada yang serasi memang menjadi preferensiku. Meskipun wajahnya tidak berlebihan, bukan wajah selevel artis. Tetapi menonjolkan apa yang disebut kesederhanaan namun juga kemauan yang keras dalam bekerja.
Selain itu, yang sangat menentukan dan menonjol dalam bekerja adalah tentu saja gaya bergaul Merry yang memang supel. Sifat positifnya dalam bergaul ini yang membuatnya menjadi andalanku dalam pertemuan-pertemuan dengan para relasi, klien dan kaum journalis.
Karena memang tatap mata dan sekaligus gaya bicaranya, membuatnya sangat bernilai dalam membangun komunikasi. Menarik, berkelas isi bicaranya dan juga menantang dimataku secara pribadi. Meskipun benar tidaklah begitu cantik tetapi justru menjadi idola dan fantasi seksualku. Itulah Merry. Gadis yang saat bekerja dibawahku, justru tak pernah memiliki hubungan dekat denganku, kecuali akrab sebagai sesama rekan sekerja.
Setelah lulus dari sebuah akademi komunikasi publik, Merry melamar di kantor dan ditempatkan di divisiku hingga bekerja selama dua tahun lebih bersamaku. Tepatnya di dalam team media yang kupimpin. Sayangnya karena kebutuhan lainnya, dia memilih resign dan pindah bekerja di daerah selatan. Jikalau tak keliru di daerah pertumbuhan, seputar Simatupang dan banyak memegang klien dari perusahaan perminyakan. Kalau tidak salah dengar, ini karena pengaruh pacarnya. Sekali lagi, jika tak salah.
Akan tetapi, sebagaimana dengan wanita-wanita lainnya yang menarik, aku lebih cenderung memendam rasa sukaku kepadanya. Sebagaimana juga rasa sukaku pada Mirna, perempuan pekerja berusia 30 tahun lebih dan sudah memiliki dua orang anak. Meski rasa itu, jelas saja kupendam. Ataupun Rachma, gadis sunda berjilbab dan berusia 26 tahun yang selalu alim didepan orang, tetapi cukup cerewet dalam team kami.
Apalagi dibandingkan dengan Winda, gadis yang terhitung sering menonjolkan buah dadanya yang sekal. Sehingga meski berjilbab, tetapi berbeda dengan Rachma, seringkali buah dada montok miliknya, ngintip dari balik kemejanya. Winda beda dengan Mirna yang sudah menikah, tetapi pakaiannya lebih sopan dan lebih matang. Meskipun, Mirna sendiri tidak berkurang daya tariknya jikalau dibandingkan dengan winda.
Meski sesungguhnya modalku lebih dari cukup, akan tetapi sikap dan prilakuku memang suka menjaga wibawa dihadapan rekan kantor. Dan ini membuatku tidak terlampau diakrabi banyak rekan wanita. Meskipun dalam bekerja, kami kompak sebagai satu team. Di kantorku, tidak ada rekan perempuan dan staf perempuanku yang akrab dan bebas bercakap denganku. Paling melebihi yang lain, ya adalah Merry ini. Meski, juga tidak terlampau dekat.
Karena gaya bergaulnya, dia yang paling berani berkelakar denganku. Tentunya juga Mirna, akan tetapi dilakukannya saat kami bercakap berdua saja. Merry, beda dengan Mirna. Bahkan saat rapat sekalipun, dia tak segan menyapaku dalam nada akrab dan berkelakar saat karaokean bareng misalnya, meskipun tak meninggalkan rasa hormatnya.
Sekali lagi, dengan Mery ini memang agak berbeda. Mungkin karena kami ini berasal dari etnis yang sama, maka anak itu seringkali berakrab ria denganku. Hanya saja, keakrabannya nampak wajar dan tidaklah dengan maksud tertentu. Meskipun dia kutahu, juga mengagumi gaya leadershipku, amat terutama dalam mengksekusi hal dan kesepakatan besar dengan klien.
Untuk urusan satu ini, adalah Merry, Mirna, Winda atau Rachma yang memang seringkali menemaniku untuk urusan dengan klien. Meski Rachma adalah yang paling jarang, karena sifatnya agak pendiam, dia baru menemaniku jika sangat terpaksa. Biasanya adalah Merry dan juga Winda yang berpakaian agak sensual, Merry dengan tampilan rok pendeknya namun sekalian mengenakan stocking. Atau dengan Winda yang sering berjilbab akan tetapi tetap saja sexy, terlebih gunung kembarnya suka terekspose dan menantang, serta sesekali melongok melalui sela kemejanya.
Mereka berdua ini pastilah tampil dan muncul dengan dandanan yang atraktif, sexy dan menonjolkan keindahan tubuh mereka saat melakukan percakapan atau negosiasi proyek. Ini tidak kuwajibkan sesungguhnya, akan tetapi sudah menjadi standar, dan biasanya yang megatur ini adalah Mirna. Karena dialah yang paling lama bekerja di kantor kami ini.
Di atas semua staff perempuan divisiku, maka terutama skill dari Merry, yakni kemampuan dan skill personalnya yang memang menonjol dalam urusan seperti itu. Karena itu dia mengenalku lebih. Dan lebih sering menemaniku untuk banyak urusan dengan klien, tentu saja bersama Mirna atau Winda. Begitu juga jikalau Winda yang tampil, maka biasanya ditemani antara Mirna atau Rachma yang bertugas dalam pencatatan dan aspek yang lebih detail.
Aku bisa melihat dari rona wajah Merry dan juga sinar matanya yang wajar dan menghormatiku sebagai atasan di kantor. Usianya sendiri sudah sekitar 20 atau 21 tahunan, lulusan D3 dari sebuah intitute komunikasi, berbeda jauh dengan usiaku yang masuk ke 33 dan menjadi salah satu senior di tempat kerjaku. Dan, bekal master degree, serta bakalan menyelesaikan doctoral degree, membuatku jadi amat diandalkan bos besar kami.
Sekali lagi selama dua tahun di kantorku, Merry ini memegang tugasnya sebagai media relation. Dan dalam tugasnya, memang banyak membutuhkan keluwesan dan gaya komunikasi yang baik. Dia mampu membangun semua itu dengan apik dan bahkan menurutku sangat sukses. Relasi media dan journalisnya luas dan banyak, karena kemampuannya membangun komunikasi itu. Kombinasinya saat itu dengan Winda dan dukungan Mirna dan Rachma, membuat team kami cukup handal dan bisa diandalkan. Apalagi, karena Winda dan Rachma memang juga berkecimpung banyak dengan dunia journalism sebelumnya.
Sayangnya dia kemudian mengajukan pengunduran dirinya. Alasannya, karena dia kurang cocok dengan bos besar kami. Memang, bos besar kami seringkali menuntut bekerja di luar jam kerja normal, beda denganku yang sering memberi mereka kebebasan dan juga haruslah enjoy. Tetapi, menurut Mirna, lebih karena ajakan pacarnya. Entahlah mana yang benar. Akupun tak tahu.
Hanya, aku lebih mempercayai penjelasan Mirna. Bukan apa-apa. Merry dan Mirna memang sahabat dekat. Meski berbeda jauh usia mereka, akan tetapi mereka lebih dekat satu dengan yang lain, dan setahuku mereka memang teman curhat satu dengan yang lain. Sehingga, info akurat mengenai Merry, senantisa aku mengandalkan Mirna. Begitu sebaliknya.
Mirna jugalah yang kutugaskan untuk melakukan penilaian guna rekruitmen baru menggantikan posisi Merry. Kebetulan, persetujuan untuk melakukan rekruitmen tenaga pengganti Merry sudah turun. Mirna khusus kuminta untuk mencari staff baru pengganti dengan kualifikasi tehnis setara Merry. Meski, aku cukup paham dan sadar jika ini bukan pekerjaan mudah. Mencari kemampuan berkomunikasi yang baik, gaya luwes dalam bersahabat, memiliki kecakapan emosional dalam percakapan dan juga cerdas, bukan hal mudah.
“Ini syarat yang sulit Pak Jacky…. “ desis Mirna. Dan itu aku tahu.
Sudah seputar dua bulanan dia pindah kerja, dan selama dua bulan terakhir ini kami jadi jarang berkomunikasi. Paling sekali ataupun dua kali melalui sms saling bertanya kabar, atau melalui FB. Dan awalnya adalah sekedar iseng belaka, saat mengucapkan ucapan selamat ulang tahun melalui sms ke handphone Merry. Dan tanpa maksud apa-apa saat itu,
”Gak di traktir makan siang niy pas ulang tahunnya….. ”? candaku.
Setelah itu, aku lupa dan baru sadar jelang pulang kantor ketika membuka hp nokia milikku. Ini disebabkan padatnya pekerjaanku, selain juga menyiapkan pemeriksaan daftar pustaka disertasiku. Saat itu, aku akan memasuki tahapan promosi terbuka di UI untuk doktoral Ilmu Politik. Jadi, maklum jika aku sangat sibuk menata waktuku.
”Weeeeeeeehhh si bapak. Kemana aja? kan kemaren temen2 sekantor (kantor aku maksudnya) sudah ditraktir…. ” balasnya di sms.
”Wuaduh, ketinggalan dong aku ”? masih dalam canda. Sungguh, aku melewati acara mereka karena kesibukanku.
”Yeee, salah bapak dong…. ”
”Kalo gitu, aku ditraktir khusus aja dech… ” candaku ringan, masih tanpa maksud yang lain, murni bercanda. Karena, dia sendiri memang suka bercanda dengan aku semasa kami sama-sama.
”Ehm nanti ada yg marah lho…. ” selorohnya ringan
”Tanggung gak ada yg marah dech…. ”
”Yakin…. ?” cecarnya
”Yakin, harus dibuat supaya tidak ada yang marah dong… ” aku mulai cheating dech, batinku. Jarang aku seperti ini, meski tak kurencanakan.
”Yeeeeee, si bapak ”
”Yaaaaaa sudah dech, kalo gak mau…. ” aku pura-pura merajuk
”Keenakan si bapak dong kalo gt. Kalo pacarku tahu ? hayo….. ”
”Emangnya aku mau ngomong2 sama siapa kalo lunch sama kamu… ”? kejarku
”Gak siy. Btw, liat nanti dech… ” ech dia jadi serius, padahal tak kurancang untuk serius soal lunch ini. Sekedar mengganggunya saja.
Percakapan soal lunch kemudian terhenti. Dan smsan kamipun terhenti. Maklum jam kantor sudah berakhir, dan akupun bersiap untuk pulang, kulihat waktu telah menunjukkan pukul 18.00. Macet siy, tetapi mau tidak mau harus diterobos, ini karena ada urusan persiapan disertasiku di rumah.
Tetapi, begitu duduk di belakang kemudi mobilku (aku malas menggunakan sopir waktu itu), tiba-tiba saja hp Nokia berbunyi lagi. Bukan nada panggil, tetapi tanda ada sms yang masuk.
”Bapak sudah pulang ya…. “? tanya Merry
”Iya, barusan naik mobil niy…. ” balasku
”Enak dong ya, waktu Mery disana kayaknya gak ada dech luangnya. Pulangnya selalu paling cepet jam 18.30an…. ”
”Kalo masih disini, pasti kubuat kamu banyak luangnya Mer Hahaha… ” lagi ini candaku saja.
”yang bener? tersanjung dech aku…. ”
”Bener dong, masak gak bener siy…. ”
”Yess, kalo memang luang, biar Mery traktir dech lunch besok. Tapi di Citos ya supaya deket kantor Mery…. ”
”Wuaduh? jauh banget Mer… ?” kaget juga aku, tiba-tiba Merry jadi serius dan kini akan traktir aku.
”Kalo gak bisa, ya sudah….. ” kali ini dia yg merajuk.
Gimana ya ? bingung aku. Tapi, kemudian,
”Ehm ya sudah dech, iya aja. Tapi gimana kalo agak sorean, jam 4 or 5 gitu… ”? aku jadi ingat ada tugas ke kampus besok, jadi dekat dari kampus. Lumayan, tak terlampau jauh.
“Itu namanya dinner pak…… bukan lunch. Huh si bapak…. ”
“Iya dech, dinner aja. Kalo gak keberatan siy, jam 3 kan aku selesai di UI Mer, nyiapin promosi terbuka tuch…. ”
”Jadinya mau lunch or dinner…. ?” kejarnya
”Dinner aja biar lebih banyak waktu Mer…. ”
”Gak janji dech pak….. ”
”Lho… ?”
”Iya, nanti repot kalo dinner….. ”
”Ya sudah, jam 4an aja dech…. ” lumayan juga, waktunya hanya satu jam dari Depok, tapi aku yakin terkejar.
”Ngabur dari kantor dong Mery jadinya ”
”Bilang sakit aja gt, hahahaha…. ”
”Yessssss, see u besok pak…. ”
Percakapan ataupun sms kami berhenti lagi. Karena itulah aku kemudian segera melaju pulang. Akan tetapi setengah jam kemudian ada pesan di hp, isinya:
”Jangan lupa besok jam 4 sore, dan ingat gak boleh ada yang tahu lho ya. Kalo ketahuan tanggung masing-masing….. hahahaha”.
Akupun segera tertawa kecil, sebenarnya sejak awal benar-benar tidaklah ada maksud apa-apa dengan omongan dan ajakanku. Iseng saja tetapi mengapa jadi serius begini ya?
”Hmmmmm…. ” desisku.
===============
LANJUT dengan
KISAH INDAH (KLASIK) PERKANTORAN
Oleh:
ReynalWriter
Chapter 2
POV Merry
Bohonglah jikalau aku tak kaget menerima sms canda dari Pak Jacky, dua bulan setelah aku resmi tidak lagi menjadi bawahannya. Meski benar dulu juga sering berakrab ria, dan sekali ini juga kutahu bercanda, tetapi entah mengapa akupun meladeninya. Mungkin karena sedang suntuk dan menjadi antusias karena tokoh kece yang menjadi bos ku sebelumnya, mengucapiku SELAMAT dan bahkan juga berkenan menggodaku untuk ditraktir makan siang. Coba, apa ini bukan satu hal yang layak dibuat bahan baku kegembiraan ?
Akan tetapi, sesungguhnya dapat dimaklumi dari sudut pandang aku sendiri. Ini untuk antusiasmenya aku menyambut candaan Pak Jacky loch yaaaaa. Maklum, ada dua sebab yang bisa saya sebutkan.
Pertama, setelah aku pindah kantor ke daerah Simatupang, justru pacarku Dodo yang berkantor di daerah Mampang, malah jadi jarang ketemuan. Dan selalu ada saja alasannya. Sibuk kerjalah, sibuk meetinglah, dan sejumlah kesibukan yang lainnya. Padahal, justru kepindahanku ke kantor baru di daerah Simatupang itu, justru atas ajakannya dan atas permintaannya setelah berbulan-bulan dia minta dan memohon padaku.
Dodo sesungguhnya memang adalah pacarku sejak masa kuliahku dulu. Bahkan sejujurnya, masa pacaran kami sudah melampaui kadar orang pacaran. Ataupun dengan kata lain, kami sudah pernah melakukan hubungan intim berapa kali. Itu dilakukan di tempat kost dulu daerah Karet Kuningan. Atau kadang kami juga melakukannya di tempat kost nya, di daerah Mampang. Tapi, bukankah pacaran gaya begini sudah biasa ?
Akan tetapi, masalah besarnya adalah perubahan pacarku Dodo ditambah sas-sus kalau dia punya pacar lainnya. Alias Dodo sedang berselingkuh alias dia punya pacar lain di luar pengetahuanku. Hal ini tentu saja membuatku gerah. Dan geram pastinya. Kurang ajar benar. Tetapi, aku tak mau mencecar dia tanpa bukti. Meski masih tersisa rasa percaya padanya, akan tetapi memang haruslah jujur jika pertimbanganku sangat goyah mendengarkan hal itu.
Masih beruntung, karena pada saat HUT ku, dia menyempatkan dirinya datang dan diapun memperlakukanku secara agak lebih istimewa. Kegalauanku itu rada berkurang. Akan tetapi, tetap saja tidak hilang. Karena kami belum sempat dan belum bercakap dan mendiskusikan desas-desus mengenai selingkuhnya dia. Apalagi, karena sumbernya berasal dari kantornya, sahabat kami berdua dan sangat bisa kupercaya.
Kedua, siapapun dari kami team Pak Jacky di kantor kami dulu, pastilah senang dan suka dengan perlakukan gentleman ala Pak Jacky. Dia benar-benar Direktur idaman. Dia itu selalu tenang, elegan dan tidak sombong. Meksipun, dia itu juga bisa keras dan marah jika jelang deadline, segalanya masih amburadul. Tetapi, marahnya itu bukan kasar, tetap saja terkontrol dan memang terasa jika itu untuk perubahan kearah yang lebih baik. Meski tidak sangatlah akrab dengan kami, akan tetapi itu justru adalah pesonanya tersendiri. Harus dikatakan bahwa untuk hal itu, kami berempat sekawan, sepakat.
Pak Jacky ini berpostur gagah, berpembawaan tenang dan terutama dia mampu mengangkat kami staff untuk bekerja optimal. Kemampuannya yang sangatlah menonol terutama adalah ketajamannya dalam menganalisa dan kemampuan berargumen dengan klien. Bahasanya tertata rapih, apik dan argumentasinya selalu ilmiah dan didukung dengan data terkini. Bahkan, diapun mahir diajak untuk berdiskusi seputar perkembangan politik, media dan juga situasi terkini nasional dan bahkan global. Ini yang jauh di atas kami staff dan juga para pendukung adminnya.
Yang paling menyenangkan, jika ada kekeliruan kami staff, maka di pertemuan bulanan, justru dia yang membela dan meminta maaf atas kekeliruan yang kami para stafnya lakukan. Dia tidaklah bakalan memojokkan atau menyalahkan kami di depan semua orang. Tanggungjawabnya sebagai pemimpin ditunjukkannya dengan memikul beban kami di hadapan para bos besar kantor kami. Dan dia selanjutnya akan memanggil dan akan menegur secara pribadi, dan bukannya mempermalukan di depan umum. Hal ini sungguh sangat menggugah dan bikin kami semua sangat menghormatinya.
Karena dia bukan hanya mampu memojokkan kami dalam kekeliruan dan juga kesalahan kami, akan tetapi membantu kami menyadari kesalahan dan dapat berkomitmen untuk memperbaiki diri. Hal ini yang sangat luar biasa dan sukses membuat kami staf nya, loyal kepadanya. Dan dalam komitmen seperti itu, dia akan berkata, dan ini terus terang memang terkesan menggurui (oh ya, dia juga seorang dosen loh), namun memang terasa diperlukan untuk menegaskan apa kesalahan kami dan bagaimana memperbaikinya. Begini tegasnya,
”Kekeliruan kalian itu adalah juga kekeliruanku. Disini, aku bakalan marah2 untuk setiap kekeliruan kalian, akan tetapi di ruangan sana itu (rapat umum kantor), semua itu adalah tanggungjawabku, dan bukannya kalian. Karena itulah, mari saling menjaga satu dengan yang lain….. ”
Sesungguhnya, bantuanku yang memiliki jaringan jurnalis yang sangatlah luas (pacarku itu, juga mantan jurnalis), maka kami bisa mengerjakan banyaklah hal secara demikian hebat. Divisi kami terhitung memberi banyak pemasukan untuk kantor itu, dan ini juga otomatis menyenangkan kami. Hal ini bukannya untuk membesarkan kontribusiku, akan tetapi demikian juga yang suka ditegaskan dan dikatakan Pak Jacky kepadaku. Karena, dia tidak akan pelit memuji dan tidaklah hemat memberi apresiasi untuk keunggulan dan kekuatan kami.
Kehebatan dalam penataan team, dan juga dorongan Pak Jacky bagi kami untuk maju, jadi kredit tersendiri bagi team kami. Dan, tak heran bersama ketiga teman baikku di kantor, kami sangat mengagumi Pak Jacky. Apalagi, orangnya di luar kantor tak suka formal, bahkan sesekali ikutan kami karaoke dan mentraktir kami nyanyi dan bersenang bersama. Team building itu penting, tekannya berkali-kali ketika kami santai bersama, karaokean. Meski kami tidak tahu dan tidak paham apakah istrinya tahu ya dia karaokean dengan kami ?
Bukan rahasia jika Mirna, Winda dan Rachma, sangatlah mengagumi Pak Jacky, meskipun secara diam-diam tentu saja. Mana mereka berani mengeskpresikan secara berterang. Mau perang memangnya ? karena itu kekaguman mereka atau tepatnya kekaguman kami, harus kami simpan rapat-rapat dan setahu kami, pak Jacky tidak mengetahuinya.
Dari kami berempat, Mirna sudah berkeluarga dan suaminya juga sahabat dekat Pak Jacky. Konon mereka sama-sama satu angkatan ketika study Magister di UI. Jadi, cukup dekat hubungan mereka. Kak Mirna juga memberitahuku soal dekat dan persahabatan suaminya dengan pak Jacky. Sementara Rachma, juga sudah punya pacar yang agak serius. Di usianya yang ke 26, Rachma yang agak alim dan pemalu diluarnya, akan beda saat bersama kami berempat yang heboh, sudah sesekali bicara mau menikah setahun kedepan.
Begitu juga Winda yang sedang pendekatan dengan seorang staf dari kantor yang lain di bilangan Sudirman juga. Kami bertiga mitra di media relation, karena itu wajarlah kami menjadi satu team yang utuh. Ditambah dengan Kak Mirna yang juga sering turun membantu kami. Karena itulah kamipun saling tahu dan paham soal hati, emosi dan masalah yang lainnya. Bahkan kekaguman terhadap sosok pak Jacky, juga seringkali kami diskusikan. Tentu tanpa sepengetahuan dan tanpa kehadiran pak Jacky. Gila aja kali’.
Dan Kak Mirna adalah yang paling senior, berusia awal 30 tahunan, dan dia itu sebenarnya adalah tangan kanannya pak Jacky. Tetapi, kesannya lebih akrab aku ke pak Jacky jikalau dibandingkan dengan kak Mirna. Meski mereka sering berbicara berdua dalam urusan-urusan penting soal kantor kami. Tapi lebih sering aku diajak bertemu klien dibandingkan Mirna, meski hanya sesekali tanpa Mirna sesungguhnya. Akan tetapi ini kesanku saja, terutama karena memang kak Mirna sering menceritakan semua urusan dan percakapannya dengan pak Jacky. Dari sana kesimpulanku. Kesimpulan dini ya kesannya.
Sedangkan untuk Winda dan Rachma, memang mereka lebih sering diposisikan mengurus administrasi kualitatif dan analisa dari kekuatan klien. Selain ikut juga dalam membantuku dalam urusan dengan media dan klien, karena mereka ikut memiliki jaringan dan hubungan baik dengan dunia journalis karena sudah lama menekuni bidang kami itu.
”Cool banget siy dia Mer… ” demikian desis Rachma yang berjilbab dan bahkan sudah punya pacar saat mengutarakan kekaguman kepada pak Jacky. Heran, si Rachma selalu terlihat alim dan pendiam, akan tetapi jika membicarakan lelaki atau terlebih pak Jacky, dia selalu ribut. Hilang kealimannya. Jangan-jangan alim si Rachma hanya dibuat-buat ya ? hikhikhik
”Seandainya….. ” desis Mirna dengan senyum menggoda. Ikutan memanasi kami atau memang dia punya perasaan ke atasan kami? entahlah. Aku tidak mampu dan tak bisa memastikan motif Kak Mirna.
“Ingat suami di rumah loh kak Mir…. “ desisku sambil menggoda kak Mirna, karena dia memang sudah menikah.
“Becanda kaleee….. “ desis Mirna sambil melirikku nakal, dan kamipun bakalan tertawa ngakak berempat.
Tetapi, aku paham, pak Jacky memang idaman yang luar biasa. Rasanya, jikalau Mirna ini diajak kencan pak Jacky, pasti tidak akan menolak. Meski menurut kak Mirna, begitu aku biasa memanggilnya, hal itu tidaklah mungkin terjadi. Karena suaminya itu punya hubungan baik dengan Pak Jacky. Bahkanpun, adalah kak Mirna ini yang mengajak pak Jacky untuk bergabung dengan kantor kami, pada kurang lebih empat tahun silam. Setelah pak Jacky lulus dari study magisternya.
Sementara itu, Rachma dan Winda tidaklah jauh berbeda situasinya. Mereka itu sama-sama punya pasangan, satunya baru pendekatan dan satunya lagi sudah cukup lama berhubungan. Lihat, kami semua sebenarnya tidak single ataupun bukan jomblo. Apalagi, kami berempat, konon menurut pergunjingan kawan kantor kami yang lain, terhitung empat sekawan yang menarik dan sexy. Dan itu kesan serta perasaan terselubung ketiga kawanku. Sementara aku sendiri? ach, sama saja sebenarnya. Siapa yang tak tertarik siy?
Terus terang, bukan sekali atau dua kali aku mendengar bisik-bisik antara Mirna dan Winda, dan tentu juga sesekali Rachma ikut serta. Percaya atau tidak, jauh lebih heboh Mirna dengan Rachma yang terlihat alim, ketimbang Mirna dengan Winda. Dapat dipahami, karena Winda memang sedang jomblo belakangan ini. Dan, dari bisikan dan kisikan mereka, bisa kudengar betapa “porno” jika kedua sahabatku itu bercakap sambil ngikik urusan hubungan orang dewasa.
Dan memang, biasanya kasak-kusuk sambil cekikikan seperti itu, jika bukannya bergunjing urusan orang dewasa, tidaklah mungkin bukan ?. Begitulah mereka sering meledekku karena aku yang paling muda pada saat itu di lingkungan kami. Akan tetapi, bukan sekali atau dua kali pada saat bergunjing, mereka bisik-bisik juga seputar kekaguman tersirat mereka maupun tersurat tentang atasan kami itu. Termasuk keinginan erotis mereka,
“Apa gak takut dosa ya mbak Mirna, mbak Rachma dan Mbak Winda…. “? suatu saat aku menggoda mereka. Meskipun dalam hati, akupun mengakui bahwa itu bukan sesuatu yang tak terlintas dalam benak, angan dan bahkanpun fantasiku sebagai seorang perempuan.
“Tentu saja gak mengganggu yang di rumahlah Mer… “ kelit Mirna dengan genit, dan biasa itu membuat kami tertawa bersama.
“Gak mungkin kamu gak naksir dia Mer…. “ ledek Winda menyindirku, tetapi aku hanya tertawa belaka. Tidak mungkin juga kukatakan ke mereka bahwa aku ini juga suka kepada pak Jacky. Bisa heboh isi dunia jika mereka berkicau tanpa henti seperti biasanya.
“Benar juga siy…. “ desis ku dalam hati, namun di luarnya aku tertawa ngakak bareng mereka bertiga.
Begitulah kami semasa bekerja sama dengan pak Jacky. Selalu lepas, saling ledek tapi saling tahu jika kami semua mengaguminya. Bahkan Mirna dan juga Winda yang sering mengganggu kami soal fantasi mereka dan membayang-bayangkan didalam benak mereka soal pak Jacky. Rachma yang sedikit alim, tak berani lebih vulgar. Akan tetapi, jika berdua saja dengan Kak Mirna, maka Rachma tidak kurang vulgarnya bergunjing soal hubungan orang dewasa. Begitu mereka meledekku.
Tapi sekarang ini, aku sudah keluar dari kantor itu dan sudah pindah ke bilangan Simatupang, sekaligus juga kost daerah sana yang lumayan bagus dan nyaman. Maklumlah, rumah orang tuaku di Bogor, rada jauh jikalau mesti bolak-balik. Dan selain itu, tentu saja biar lebih bebas berpacaran dengan Dodo, satu hal yang juga mengajakku pindah daerah baru. Sejak kepindahanku, keriangan berempat itu jelas jauh berkurang. Meskipun masih rajin menjaga kontak dan bercakap, tetapi tidak sesering sebelumnya.
Oleh karena itu, sesungguhnya kekaguman yang tersimpan lama, mengendap demikian lama dalam alam bawah sadarku (entah benar ini ya) pada satu sisi, dan kegalauan yang diakibatkan Dodo, pacarku, membuatku memutuskan menerima ajakan untuk lunch. Judulnya siy aku traktir, tapi kupastikan pak Jacky yang traktir aku. Dulu juga seperti itu. Mana mau dia kutraktir meskipun memang benar aku yang ber hari ulang tahun.
Pak Jacky sendiri memang selalu baik kepada kami berempat, bahkanpun juga baik kepada seisi divisi kami semua. Baik Divisi Media Relation, Publikasi dan Reguler Executive Meeting. Perhatiannya terhitung merata dan selalu bersedia memperjuangkan kepentingan kami dihadapan pemilik perusahaan. Selama bekerja dengannya, dia memang tidak terkesan mengistimewakan aku atau kedua temanku yang lain, Rachma dan Winda.
Akan tetapi, entah mengapa sms an dengan pak Jacky malahan membuatku jadi agak aneh sendiri. Terasa awkward gitu. Ini karena, saling mengirim pesan untuk dapat bertemu, dan tidak boleh ketahuan pasangan masing-masing. Tidak boleh dodo pacarku tahu, dan tidak boleh istri pak Jacky tahu. Bukankah ini sangat aneh dan tidak pernah kualami sebelumnya dengan pak Jacky ? aku merasa agak aneh namun, akhirnya akupun mendesis,
“Masa bodoh….. “
Memang benar bahwa yang seperti ini, belumlah pernah kami lakukan di kantor kami sebelumnya. Atau dalam acara bersama kami sebelumnya. Pertemuan serta juga jalan bareng dulu, biasanya dan selalu dengan sepengetahuan pacarku atau atas pengetahuan kawan-kawan kami. Dan tidak ada yang kami sembunyikan, dan tidak ada yang dilakukan di belakang mereka. Akan tetapi sekali ini ? baru rencananya saja sudah beda.
Anehnya lagi adalah, dahulu kalau jalan bareng pak Jacky selalu saja senang, bangga dan juga lepas. Tak ada yang disembunyikan. Kok malah sekarang? Agak awkward dan aneh memang. Akan tetapi, sejujurnya akupun menanti waktu pertemuan itu dengan antusias.
Besok, setelah kami sepakat melalui sms an untuk nanti ”date” rahasia, justru aku berubah menjadi agak sedikit tegang dan menjadi agak nervous. Meskipun, sejujurnya, sekali lagi aku justru sangatlah antusias bertemu dan juga ngedate dengan pak Jacky. Tetapi, akan seperti apakah besok nantinya? apakah akan seru dan romantis sebagaimana bayangan kawan-kawanku di kanor sebelumnya ataukah berjalan biasa saja ?
Tidak akan bisa kita tahu jika tidak mengalaminya bukan ? karena itu sebaiknya kualami dulu dan baru kuanalisis lagi besok. Begitu menggunakan paradigma pak Jacky seperti biasanya.
Akan menjadi kebohongan besar jika aku tak mengaguminya selama dua tahun menjadi staf dan juga bawahannya. Akan tetapi, berbeda sebagaimana Mirna dan Rachma serta Winda yang memang mengaguminya secara terbuka, aku bisa menyimpan semua itu dari intipan ketiga kawanku. Padahal, kekagumanku kepadanya selalu saja kusembunyikan dibalik sikapku yang sok akrab kepada pak Jacky. Meski, gaya itu memang menjadi ciri khasku.
Akan tetapi, justru karena memang itu adalah gayaku, maka semuanya mampu dengan mudah kusembunyikan. Keakrabanku kepada pak Jacky merupakan kamuflase yang sangat sempurna dan ampuh. Tetapi, akumulasi dua tahun kekagumanku itu, tentu saja bakalan menggelegak ketika ada sedikit saja titik untuk dapat menyalurkannya keluar. Dan itu dibuka dan diberi kesempatan oleh pak Jacky sendiri.
Dan, juga kesempatan itu kusambar dengan cepat. Antusias.
Karena memang sejujurnya, aku sangatlah mengaguminya dan bahkan sesekali juga berfantasi dengan membayangkannya, meskipun sedang dicumbu pacarku. Aneh ? sama sekali tidaklah aneh bukan?. Siapa bilang aku tidak akan tertarik dengan sosok langka seperti pak Jacky ? munafik amat. Sekali lagi, keahlianku hanyalah mampu menyembunyikan dan mengkamuflse keakrabanku dengan pak Jacky sehingga tak mencurigakan ketiga temanku.
Ketertarikan Itu juga karena Pak Jacky memang memperlakukan kami semuanya sama. Yakni bersikap simpatik, jadi marah kalau salah tapi marah membina, tidak mendendam dan senang berbagi pengalaman dan skill. Semua itu dengan gayanya yang smart, lembut dan kata-kata berbobot. Setahuku, banyak juga ibu-ibu muda kantor dari divisi lain yang ikutan mengaguminya. Semua itu tentu saja wajar, jika mengingat sosok itu.
Hebatnya adalah, tidaklah pernah kutahu dan kulihat dia memiliki affair, ataupun selingkuh di kantor. Ini yang mempertebal kekagumanku kepadanya. Dan kagum dalam hatiku itu, tentu saja tanpa setahu dan sepengetahuan ketiga kawanku dari kantor lamaku itu. Untuk urusan menyimpan perasaan, aku merasa masih lebih dari mereka. Padahal, kekagumanku dan perasaanku terhadap pak Jacky, mungkin saja lebih dari mereka.
Mereka hanya tidak tahu. Atau kurang tahu.
Karena itulah, sejujurnya semalaman aku tenggelam dalam perasaan yang agak campur aduk. Ada sedikit rasa nervous. Tentu saja juga ada rasa senang dan antusias yang kurasakan menggelora dan bahkan dominan. Meskipun sekaligus juga ada sedikit rasa bersalahku terhadap Dodo. Kendati aku masihlah belum dalam status selingkuh dengan pak Jacky. Akan tetapi yang dominan adalah antusiasme dan tak sabar menunggu esok.
”Acccch, kamu juga kan selingkuhi aku Do…. ” desisku meski gamang, karena belum ada bukti perselingkuhan Dodo. Sementara aku, jelas-jelas sudah rada lama malah menaruh hati kepada mantan bosku itu. Meski tersimpan erat dalam kubangan hatiku sekian lamanya. Beberapa hari terakhir ini, akumulasi perasaan selama setahun lebih, menyeruak tanpa dapat kulawan dengan mempergunakan akal sehatku sekalipun.
Ini mungkin yang dimaksud oleh penulis the death of common sense.
Begitulah, semalaman justru aku tidak tertidur nyenyak karena antusias dan juga tegang menunggu date besok dengan pak Jacky. Di HUT yang ke 21, meskipun juga sudah lewat dua atau tiga hari sebelumnya. Entah mengapa aku berharap ini adalah perayaan yang paling indah nantinya. Aku belum tahu, baru bakalan tahu saat melakoninya bukan ?
============
Kilasan hubungan Jacky dan Merry seperti ini, bukankah adalah mrupakan gambaran banyakkisah lain yang terselubung dan tidak tertulis? Akan tetapi “dialami” dan “diarungi” oleh demikian banyak anak manusia atau insan manusia di kota bernama Jakarta. Bahkan, juga berlaku dan berlangsung, entah tercatat atau tidak di banyak belahan bumi lain. Kisah seperti ini boleh dibilang tidak terhindarkan karena kombinasi stress kerja, tuntutan profesi yang ketat dan pertemuan yang terjadi secara reguler. Akan tetapi, ini berbeda dengan frase: “tahu kucing jika dimakan setiap hari, lama kelamaan akan terasa coklat”.
Kejadian seperti di atas, memang sering terjadi dalam cara dan proses serta waktu serta tokoh yang berbeda. Mungkin pula alasan berbeda. Tempat, cara, proses dan alasan yang sekali lagi, mungkin saja berbeda. Akan tetapi rasa dan emosi, erotisisme dan gairah, memang bertumbuh bersama pesona, dengan kebersamaan dan komunikasi. Frekwensi bertemu dan pertemuan titik-titik kesamaan yang merekat dan mendekatkan satu dengan yang lainnya. Serta keletihan emosi dan fisik yang sering membutuhkan orang lain untuk sama-sama menghadapinya sehingga akan terasa lebih mudah meniti hidup dan mendaki karir lebih tinggi.
Dalam prosesnya kemudian, semuanya itu berjalan seiring dan sejalan, tentu saja dengan dibumbui oleh banyaknya adegan bebersamaan. Hanya sedikit, segelintir belaka yang tidak mengalami dan mengarungi getar-getar yang bukan hanya menyenangkan, akan tetapi juga banyak berakhir duka. Tapi, semuanya terasa alamiah atau bahkan naluriah.
Akan tetapi bukankah kehidupan adalah akumulasi dari tawa dan tangis ? suka dan duka ? maka, jalanilah dan nikmatilah.
Karena justru dengan semua hal itu membuat rasa dan seks menjadi tidak lagi sekedar sebuah aksi memasukkan penis ke vagina, kontol ke memek. Akan tetapi semuanya karena ada alasannya. Ada kisahnya, ada cerita, dan tentunya ada emosi. Itulah sebabnya dapat dikatakan bahwa semua kejadian itu bukannya terjadi tanpa alasan. Waktu dan kesempatanpun tidak bisa jadi alasan. Selalu akan ada alasan. Selalu dan pasti.
Orang berkata, everything happen for reasons.